Powered By Blogger

Selasa, 20 November 2012


Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
Dalam tataran legal formal, pendidikan seharusnya melahirkan para peserta didik yang memiliki akhlak mulia. Dengan kata lain, aspek afektif merupakan aspek yang mestinya perlu diprioritaskan. Hal ini, sesuai dengan amanat Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Dalam Pasal 3, juga disebutkan bahwa fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan adalah agar peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Meski sudah ada amanat undang-undang tersebut, pelaksanaan sistem pendidikan nasional kita masih jauh panggang dari api. Hal ini terbukti dengan masih terjadinya banyak kasus seperti yang diungkapkan di awal tulisan. Untuk itu, seluruh elemen masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam mengawasi jalannya sistem pendidikan nasional kita agar berjalan sesuai dengan amanat undang-undang.
Pendidikan Nilai di Keluarga
Pendidikan tidak hanya diperoleh di bangku sekolah formal saja. Sekolah hanyalah salah satu tempat anak untuk membangun tata nilai dalam dirinya. Tempat yang paling penting dan utama adalah keluarga. Jika anak terlahir dari keluarga yang utuh, dan mendapatkan pelajaran tata nilai moral yang baik dari lingkungan keluarganya, maka kemungkinan besar ia akan memiliki bekal moral yang cukup saat masuk ke dalam lingkungan sekolah. Namun jika sebaliknya, ia pun bisa menjadi anak “nakal” yang bisa melakukan tindakan-tindakan liar, bahkan melanggar hukum.