Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
Dalam tataran legal formal, pendidikan seharusnya
melahirkan para peserta didik yang memiliki akhlak mulia. Dengan kata lain,
aspek afektif merupakan aspek yang mestinya perlu diprioritaskan. Hal ini,
sesuai dengan amanat Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.”
Dalam Pasal 3, juga disebutkan bahwa fungsi
pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sedangkan tujuan pendidikan adalah agar peserta didik mampu mengembangkan
potensi dirinya sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Meski sudah ada amanat undang-undang tersebut,
pelaksanaan sistem pendidikan nasional kita masih jauh panggang dari api. Hal
ini terbukti dengan masih terjadinya banyak kasus seperti yang diungkapkan di
awal tulisan. Untuk itu, seluruh elemen masyarakat harus ikut berpartisipasi
dalam mengawasi jalannya sistem pendidikan nasional kita agar berjalan sesuai
dengan amanat undang-undang.
Pendidikan Nilai di Keluarga
Pendidikan tidak hanya diperoleh di bangku
sekolah formal saja. Sekolah hanyalah salah satu tempat anak untuk membangun
tata nilai dalam dirinya. Tempat yang paling penting dan utama adalah keluarga.
Jika anak terlahir dari keluarga yang utuh, dan mendapatkan pelajaran tata
nilai moral yang baik dari lingkungan keluarganya, maka kemungkinan besar ia
akan memiliki bekal moral yang cukup saat masuk ke dalam lingkungan sekolah.
Namun jika sebaliknya, ia pun bisa menjadi anak “nakal” yang bisa melakukan
tindakan-tindakan liar, bahkan melanggar hukum.